21st (02)
1:26:00 PM
................................................................................02.............................................................................
Belum
lagi aku turun dari mobil, terlihat Bunda berdiri di teras dengan muka
harap-harap cemas yang bisa ku simpulkan bahwa bunda sedang menunggu anak gadis
nya pulang tepat waktu dan berharap tidak terjadi apa-apa di jalan. Ya..itulah
Bunda. Bunda yang selalu cemas kalau aku telat pulang. Bunda yang tiap jam
selalu nelfon hanya untuk memastikan anaknya baik-baik saja.Tapi Bunda tetaplah
Bunda.Sekarang ini Bunda menjalani bisnis butik muslim yang sudah mempunyai
beberapa cabang di Pulau Jawa dan mengharapkan aku untuk meneruskan bisnis nya
kalau aku sudah cukup umur.What??(harus umur berapa sih biar di kategorikan
cukup umur?). Dengan senyuman maut sambil
menyalami Bunda,aku bergegas masuk ke kamar, meletakkan harta berharga
ku(pastinya notebook) dan membersihkan seluruh badan dari pekatnya asap dan bau
polusi di jalan.Maklum,AC mobil yang sedang tidak berfungsi memaksa ku untuk
membuka kaca lebar-lebar. Tidak perlu waktu yang lama untukku membersihkan
badan hingga akhirnya aku dapat menjalankan sholat magrib tepat waktu.
Jam menunjukan pukul 8 malam,ku buka
notebook yang tidak ku shut down tadi, lalu mulai mengatur internet connection
dan langsung membuka site blog yang masih aktif yang tadinya belum sempat
memposting tulisan ku. Terdengar suara pintu yang terbuka disusul dengan suara
langkah kaki yang tidak asing kudengar tiap malam nya.
“Bang
Aryo kalo masuk kamar cewek,bisa ngga ketok pintu dulu?” dengan nada kesal sambil
terus menatap layar notebook. Aku sudah menduga kalau manusia berkacamata
dengan rambut cepak akan masuk ke kamar ku tepat pukul 8 .15 Wib. Ya..itulah
Bang Aryo. Bang Aryo yang Alhamdulillah sampai sekarang ini masih ku akui
sebagai abang kandung ku. Bang Aryo yang saat ini belum juga merampungkan
skripsinya padahal kami hanya beda setahun dan you know?Aku hampir mendahului
dia soal skripsi. Bang Aryo yang tiap malam selalu datang ke kamar ku untuk
absen layaknya pegawai kantoran.
“Sorry
dek.Abang lupa.Tapi kali ini emergency nih!Ngga bisa di tunda dan harus segera
di selesaikan” dengan nada meyakinkan Bang Aryo duduk dan memasang muka cemas.
“Apaan
sih?Jangan bikin orang ikutan heboh deh.Apaan?Cepet ceritaa!” ku palingkan
wajah dari notebook hingga menatap mata Bang Aryo berusaha mencari tau apa yang
membuat nya cemas.
“Dek,Farah
dek…Farah!” dengan suara yang menggebu-gebu
“Siapa
yang parah bang?” aku mulai bingung dengan ucapan bang Aryo
“Ya
Allah…bukan parah.Tapi FA..RAH”
“Farah
tetangga sebelah yang abang taksir itu?Kenapa dia?”
“Bulan
depan dia mau married dek. Abang ngga nyangka dek. Dan lebih parahnya, calon
suamiya itu 15 tahun lebih tua dari dia. Sebenarnya Abang ngga masalah dia mau
married. Tapi kenapa harus ama yang begituan sih?Dia buta atau apaan?Abang
sempet mikir jangan-jangan calonnya itu udah punya istri trus mau nikah lagi.
Abang ngga terima dek. Farah itu udah kayak sahabat walaupun abang naksir
dia.Tapi ya ngga bisa gitu lah..Pokoknya ngga bisa..ngga bisa!” Bang Aryo yang
tiap malam datang untuk curhat dan biasanya selalu cerita tentang hal-hal ngga
penting tapi untuk malam ini dia menjadi orang yang berbeda. Aku mulai memutar
otak dan mencari solusi yang terbaik.
“Bang,tiap
manusia udah punya porsi jodoh nya masing-masing.Abang ngga bisa berfikiran
negatif ama calon suaminya Farah yang 15 tahun lebih tua dari dia. Abang juga
ngga punya hak untuk nge-judge Farah supaya ngga married ama calonnya itu.
Farah punya caranya sendiri untuk bahagia.Farah tau apa yang terbaik untuk dia.
Kalo Farah bahagia ama calonnya,kenapa Abang harus cemas?Kalau aku bisa
simpulkan, Abang kayaknya masih sayang sama Farah dan Abang belum menerima
keputusan Farah.Ya kan?” aku berusaha menenangkan hati Abang ku yang satu ini.
Bang Aryo dan Farah pernah berpacaran 4 tahun yang lalu saat pertama kalinya
keluarga kami pindah ke Jakarta. Sebelumnya, kami sekeluarga tinggal di Medan.
Awalnya aku tidak ingin pindah ke Ibukota yang terkenal akan
kemacetannya.Namun.karena pekerjaan Ayah lah yang mengharuskan kami untuk
pindah.
“Iya
sih dek.Semenjak putus setahun yang lalu, Abang belum bisa nemuin pengganti
dia. She is so special for me.But it’s over now” Bang Aryo merangkul ku dan
kurasakan begitu sedihnya dia saat ini. Ku usap pundaknya berharap menjadi
penenang saat ini.
(to be continue)
0 komentar